Ujun, di umur 17 tahun sudah bisa membeli motor dengan uang hasil jerih payahnya. Dengan motor di tangan, ia semakin bersemangat menggeluti usahanya, jualan pakaian (Baju Hongkong ) di Pasar Beringharjo. Usaha yang menurut dia menyenangkan untuk diselami.
Senin (13/7), ketika ditemui, ponsel Ujun berkali-kali berdering. ”Wah, ini ada kaitannya dengan bisnis. Maklum, Senin hari paling sibuk, hari untuk berkoordinasi dan merampungkan banyak urusan,” ucapnya sembari tertawa.
Lelaki bernama lengkap Ujun Junaedi Salat (43) ini, meski sibuk, tetap ceria selama mengobrol. Beberapa pelanggan yang mampir ke kiosnya siang itu, tak lupa dicandainya.
Begitu si pelanggan berlalu, Ujun melanjutkan obrolan. ”Kios saya —yang berukuran 7 meter persegi—ini sudah nggak muat. Lha, pakaian dan celana sampai saya taruh di pagar dan jalan dalam pasar. Tengok kanan-kiri, belum ada kios yang dijual,” katanya.
Dalam benak Ujun, orientasinya adalah mencari cara mengembangkan usaha. Darah dagang memang mengalir pada diri Ujun karena orangtuanya membuka usaha pembuatan pakaian, walau hanya berskala rumah tangga. Ujun kecil sudah akrab dengan baju, kemeja, dan celana dan Fashion Anak.
Ada cerita di balik ”terdamparnya” Ujun di Yogyakarta. Waktu itu, kakak Ujun mencoba peruntungan nasib dengan membuka kios pakaian di Pasar Beringharjo. Ujun yang baru saja lulus SD ingin ikut dan membantu. Sekalian juga ia belajar bisnis.
Pulang sekolah, dia langsung ke pasar. Lama-kelamaan Ujun ketagihan dan kuliahnya di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Yogyakarta jadi keteteran. Kuliahnya terpaksa ditinggal karena waktu itu dia sudah lepas dari kakaknya dan nekat membuka kios sendiri. Tahun 1993, Ujun pertama kali menempati kios sendiri.
”Sempat awalnya cemas karena takut kios kebakaran. Beberapa pasar, kan, kebakaran. Makanya, sebisa mungkin barang dagangan saya angkut pulang. Lha kalau kebakaran, langsung bangkrut dong, saya. Untunglah pasar ini belum pernah kebakaran,” tuturnya.
Ujun melanjutkan, sandang yang dijual kebanyakan dibeli pedagang dari seluruh DIY untuk dijual lagi. Untuk pembeli eceran malah jarang. ”Mereka kulakan ke saya, beberapa hari sekali, sepekan sekali, atau sebulan sekali. Kalau dihitung-hitung, dalam sehari, saya menjual 100-250 potong. Barang-barang ini adalah produksi pabrik di Jakarta dan Bandung,” ujarnya.
Namun, diingatkan Ujun, di balik angka penjualan tersebut, ada serentetan hal yang dilakukan. Salah satunya adalah ia mesti hati- hati bermitra. ”Kalau nggak cermat, saya bisa ketipu. Beberapa kali saya ketipu. Sekali ketipu, sekian juta bisa amblas. Memang ada yang akhirnya mau membayar, tetapi setelah berbulan-bulan menunggak,” tuturnya.
Namun, lelaki kelahiran Sukabumi 17 April 1968 ini tidak mau patah arang. Namanya saja berbisnis, maka harus siap dengan risiko. Namun, begitu ada kesempatan, harus diambil. Orang-orang baru yang sekiranya bisa jadi mitra bisnis harus dilirik.
Walau cukup mapan dalam bisnis (Souvenir Store), ayah tiga anak yang sekarang Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Beringharjo (Pagerharjo) ini menyebut peran istrinya amat besar. Karena itu, papan nama di toko Ujun bertuliskan ”AA Jeans M Nur”. Nur adalah panggilan istrinya, Suprinurhayati. Ujun tak keberatan nama tokonya tak bertuliskan nama dirinya.
cetak.kompas.com
Dukung Kampanye Stop Dreaming Start Action Sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar